Senin, 05 September 2016

GERAKAN LITERASI SEKOLAH

LATAR BELAKANG

Membaca-menulis (literasi) merupakan salah satu aktifitas penting dalam hidup. Sebagian besar proses pendidikan bergantung pada kemampuan dan kesadaran literasi. Budaya literasi yang tertanam dalam diri peserta didik mempengaruhi tingkat keberhasilan baik di sekolah maupun dalam kehidupan bermasyarakat.
Tidak berlebihan kiranya Farr (1984) menyebut bahwa “Reading is the heart of education”. Bagi masyarakat muslim, pentingnya literasi ditekankan dalam wahyu pertama Allah kepada Nabi Muhammad SAW, yakni perintah membaca (IQRA’) yang dilanjutkan dengan ‘mendidik melalui literasi’ (‘ALLAMA BIL QALAM).
Sedangkan dalam kaitannya dengan menulis, Hernowo (2005) dalam bukunya “Mengikat Makna” menyebut bahwa menulis dapat membuat pikiran kita lebih tertata tentang topik yang kita tulis, membuat kita bisa merumuskan keadaan diri, mengikat dan mengonstruksi gagasan, mengefektifkan atau membuat kita memiliki sugesti (keyakinan/ pengaruh) positif, membuat kita semakin pandai memahami sesuatu (menajamkan pemahaman), meningkatkan daya ingat, membuat kita lebih mengenali diri kita sendiri, mengalirkan diri, membuang kotoran diri, merekam momen mengesankan yang kita alami, meninggalkan jejak pikiran yang sangat jelas, memfasihkan komunikasi, memperbanyak kosa-kata, membantu bekerjanya imajinasi, dan menyebarkan pengetahuan.
UNESCO (1996) mencanangkan empat prinsip belajar abad 21, yakni:
(1)  Learning to think (belajar berpikir)
(2)  Learning to do (belajar berbuat)
(3)  Learning to be (belajar
(4)  Learning to live together (belajar hidup bersama)
Keempat pilar prinsip pembelajaran ini sepenuhnya didasarkan pada kemampuan literasi (Literary skills).

PERMASALAHAN
Dalam konteks pendidikan nasional kita, minat baca-tulis masyarakat kita sangat menghawatirkan. Hal ini disebabkan adanya pelbagai persoalan, misalnya:
  • Hampir semua kota-kota besar di Indonesia tidak punya perpustakaan yang memadai, padahal keberadaan perpustakaan yang memadai adalah salah satu ciri kota-kota modern di negara maju.
  • Perpustakaan yang ada di sebagian kota/kabupaten memiliki tingkat kunjungan pembaca yang rendah. Sebagai contoh di Jakarta, dari sekitar 10 juta penduduknya yang berkunjung ke perpustakaan hanya 200 orang/hari dan hanya 20% dari jumlah itu yang meminjam buku.
  • Disinyalir lebih dari 250 ribu sekolah di Indonesia, hanya 5% yang memiliki perpustakaan memadai. Hal ini merupakan fakta yang miris karena bisa menjadi indikator rendahnya budaya baca di sekolah.
  • Anak-anak lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menonton TV daripada membaca buku.
  • Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, seringkali belum memiliki program pengembangan literasi, atau menumbuhkan budaya baca-tulis secara sistemik. Padahal siswa menghabiskan sebagian besar waktunya di sekolah.
  • Terjadi lompatan dari kondisi pra-literer ke pasca-literer tanpa melalui kondisi literer. Budaya menonton lebih dominan di masyarakat kita.
  • Terjadi fenomena “Rabun Membaca – Pincang Menulis”. Penelitian Taufiq Ismail pada tahun 1996 menemukan perbandingan tentang budaya baca di kalangan pelajar, rata-rata lulusan SMA di Jerman membaca 32 judul buku, di Belanda 30 buku, Rusia 12 buku, Jepang 15 buku, Singapura 6 buku, Malaysia 6 buku, Brunei 7 Buku, sedangkan Indonesia 0 buku.
  • Hasil studi Vincent Greannary yang dikutip World Bank dalam sebuah laporan pendidikan“Education in Indonesia: From Crisis to Recovery” pada tahun 1998 mengungkapkan kemampuan membaca siswa kelas VI SD di Indonesia mendapatkan poin 51,7. Jauh di bawah Hongkong (75,5), Singapura (74,0), Thailand (65,1), dan Filipina (52,6). Hasil ini menunjukkan bahwa membaca dalam sistem pendidikan nasional kita, secara faktual belum terintegrasi dengan kurikulum.
  • Produktifitas masyarakat Indonesia dalam bidang penulisan terbilang sangat rendah. Jumlah buku yang diterbitkan tidak sampai 18 ribu judul per tahun. Jumlah ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan Jepang yang mencapain 40 ribu judul per tahun, India 60 ribu judul per tahun, dan China 140 ribu judul per tahun (Kompas, 25/6/2012).
  • Ø Dari bidang penerbitan tulisan ilmiah, produktifitas negara kita juga masih rendah. Berdasarkan data Scimagojr, Journal, and Country Rank 2011, Indonesia berada di ranking 65 dengan jumlah 12.871 publikasi. Posisi Indonesia di bawah Kenya dengan 12.884 publikasi. Negara Paman Sam ada di peringkat pertama, dengan 5.285.514 publikasi. Indonesia masih kalah dengan Singapura yang ada di posisi 32 dengan 108.522 publikasi (okezone.com, 21/2/2012). Jika dilihat dengan perspektif rasio publikasi penelitian dengan jumlah penduduk, persentasenya menjadi jauh lebih kecil lagi.

PENYEBAB
  1. Gagalnya Program Perpustakaan Sekolah
Perpustakaan sekolah secara nasional bisa dikatakan telah gagal menciptakan budaya membaca bagi siswa. Kunjungan siswa dan jumlah peminjaman buku sangat minim. Hal ini dikarenakan beberapa faktor:
  1. Jumlah buku koleksi perpustakaan tidak cukup untuk memenuhi tuntutan kebutuhan membaca sebagai basis proses pendidikan. Rendahnya jumlah koleksi tidak diantisipasi dengan program pengadaan buku secara berkala.
  2. Peralatan, perlengkapan, dan petugas perpustakaan tidak sesuai kebutuhan. Sebagian petugas bukanlah tenaga pustakawan khusus dan minim mendapatkan peningkatan (pendidikan atau pelatihan kepustakaan).
  3. Sekolah tidak mengalokasikan anggaran khusus yang memadai untuk pengembangan perpustakaan sekolah. Akhirnya keberadaan perpustakaan menjadi tidak bermakna karena kurangnya program kegiatan dan pengembangan.
  1. Persoalan Sosial – Politik
    1. Kurangnya political will (kebijakan) dari pemerintah baik nasional maupun daerah dalam mengembangkan kesadaran literasi warga.
    2. Kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya budaya baca-tulis.
    3. Persoalan rendahnya budaya literasi belum dianggap sebagai masalah yang mendesak (critical problem) sehingga tidak muncul respon cepat yang diperlukan serta cenderung disepelekan.
    4. Anggapan bahwa tradisi literasi adalah ekslusif untuk kaum elit masyarakat saja, sehingga kelompok masyarakat awam merasa tidak perlu mengem-bangkan tradisi literasi.
    5. Anggapan keliru bahwa penyadaran literasi hanyalah kewajiban lembaga pendidikan sehingga yang lain yang belum bergerak membantu, seperti lembaga bisnis (perusahaan) atau perorangan.
  1. Persoalan Teknis di Lapangan
    1. Kurang tersedia buku bacaan yang bermutu karena kurangnya kuantitas perpustakaan dan kuantitas buku bacaan.
    2. Kurangnya Sumber Daya Manusia di bidang kepustakaan dan rendahnya kompetensi pengelola perpustakaan.
    3. Perpustakaan belum menjadi bagian integral dalam sistem pendidikan nasional.

ANCAMAN GLOBAL (GLOBAL THREAT)
  • Rendahnya literacy awareness bangsa Indonesia sekarang ini akan semakin melemahkan daya saing bangsa dalam persaingan global yang semakin kompetitif.
  • “70 persen Anak Indonesia akan Sulit Hidup di Abad 21,” demikian kata Prof Iwan Pranoto dari ITB. Indonesia termasuk negara yang prestasi membacanya berada di bawah rata-rata negara peserta PIRLS 2006 secara keseluruhan yaitu 500, 510, dan 493. Indonesia berada di urutan ke-lima dari bawah, sedikit lebih tinggi dari Qatar (356), Quwait (333), Maroko (326), dan Afrika Utara (304).
  • Sumber Daya Manusia Indonesia kurang kompetitif karena kurangnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, ini adalah akibat turunan dari rendahnya kemampuan baca-tulis.
  • Membaca belum menjadi kebutuhan hidup dan belum menjadi budaya.
  • Menciptakan perubahan budaya (cultural change) memerlukan proses yang panjang, sekitar 1-2 generasi, bergantung pada political will pemerintah dan kesadaran masyarakat, dengan rentang waktu 1 generasi sekitar 15-25 tahun.

SOLUSI
Melihat persoalan bangsa yang sedemikian krusial dalam hal kesadaran literasi, dibutuhkan kerjasama banyak pihak untuk mengatasinya. Paling penting adalah adanya tindakan nyata yang bukan sekedar wacana semata.
Dibutuhkan intervensi secara sistemik, masif, dan berkelanjutan untuk menumbuhkan budaya literasi masyarakat. Pendekatan yang dianggap paling efektif adalah penyadaran literasi sejak dini dengan melibatkan dunia pendidikan. Hal ini karena tidak dipungkiri hampir seluruh anak berstatus sebagai pelajar dan melalui proses pendidikan, sebuah program yang sistematik bisa masuk dengan efektif.
Atas dasar pemikiran inilah kami menawarkan aksi nyata perbaikan budaya literasi melalui sebuah program yang disebut GERAKAN LITERASI SEKOLAH.

Apa Itu Gerakan Literasi Sekolah?
Gerakan Literasi Sekolah adalah sebuah gerakan penyadaran literasi yang dimulai dari lembaga pendidikan.

Siapa Sasaran Kegiatan Ini?
Gerakan Literasi Sekolah mengajak semua pihak untuk terlibat dalam usaha penyadaran budaya literasi, yakni:
  • Ø Sekolah, sebagai lembaga yang menjadi tempat pelaksanaan gerakan
  • Ø Guru, sebagai tenaga pendidik dan teladan bagi siswa
  • Ø Siswa, sebagai sasaran utama gerakan
  • Ø Pemerintah Daerah (Dinas Pendidikan), sebagai pembuat kebijakan
  • Ø Yayasan penyelenggara pendidikan, sebagai pembuat kebijakan
  • Ø Pengelola Perpustakaan, sebagai pusat kegiatan baca-tulis
  • Ø Perusahaan, sebagai penyumbang buku melalui program CSR
  • Ø Media Massa, sebagai saluran informasi masyarakat
Bagaimana Bentuk Kegiatannya?
Gerakan Literasi Sekolah adalah sebuah program intervensi pembudayaan literasi yang tepat, mudah dilaksanakan, dilakukan secara sistemik, komprehensif, merata pada semua komponen sekolah, berkelanjutan, dan dikelola secara profesional oleh lembaga yang kredibel.
Adapun kegiatan yang akan dilakukan dalam Gerakan Literasi Sekolah ini adalah?
  • Ø SeMinar dan Workshop
Seminar dilakukan di sekolah peserta GERAKAN LITERASI SEKOLAH, sekaligus sebagai launching project. Peserta dalam kegiatan seminar literasi ini adalah perwakilan penyelenggara sekolah, pimpinan sekolah, guru, dan siswa. Seminar dilaksanakan selama satu hari.
Workshop dilakukan secara berkala untuk meningkatkan kemampuan literasi warga sekolah peserta gerakan. Sasaran peserta workshop bervariasi bergantung pada materi workshop. Adapun materi workshop yang ditawarkan adalah:
  • Teknik-Teknik Membaca Efektif
  • Menulis Dasar (Basic Writing) untuk siswa SD
  • Menulis Kreatif Terstruktur dengan Pendekatan Jurnalisme Sastrawi, untuk siswa SMP, SMA, dan Guru
  • Workshop bagi pustakawan, dilakukan secara kolektif dengan sekolah peserta yang lain
  • Workshop penerbitan buku, menghadirkan pakar penulisan dan penerbit.
  • Workshop jurnalistik dan manajemen media, untuk redaksi majalah sekolah.
  • Ø Program Membaca Rutin di Sekolah
Program Membaca Rutin di Sekolah (Sustained Silent Reading) atau disingkat SSR adalah strategi intervensi membaca yang telah digunakan oleh negara-negara maju dalam membudayakan dan meningkatkan kemampuan siswa dalam membaca. Program ini merupakan program yang krusial untuk menjamin terciptanya kebiasaan dan budaya membaca pada warga sekolah.
Program ini telah diujicobakan di SMA Negeri 5 Surabaya dengan hasil yang sangat memuaskan. Hanya dalam waktu kurang dari 2 (dua) bulan siswa SMAN 5 Surabaya telah membaca 1851 buku novel dari target 3000 buku dalam setahun. Program ini telah diulas di Koran Jawa Pos dan Koran Surya (5 Oktober 2012).
  • Ø Pengembangan Perpustakaan Sekolah
Program ini ditujukan untuk membantu perpustakaan sekolah dalam menambah koleksi buku bacaan bermutu. Program pengembangan mencakup penambahan koleksi buku, maupun inovasi lain untuk mendekatkan siswa kepada perpustakaan misalnya melalui kegiatan perpustakaan kelas.
Adapun program peningkatan koleksi perpustakaan dilakukan dengan dua cara, yakni (1) secara internal melalui kegiatan One Student One Book (OSOB) melibatkan siswa/orang tua untuk menyumbang buku kepada perpustakaan, dan (2) secara eksternal melalui kegiatan sumbangan buku yang diberikan oleh perusahaan (sebagai CSR) atau penerbit.
  • Ø Lomba Literasi (Membaca – Menulis)
Lomba literasi dilakukan untuk semakin menumbuhkan kebutuhan membaca-menulis kepada warga sekolah. Lomba literasi bisa diintegrasikan dengan kegiatan sekolah seperti pada peringatan Bulan bahasa. Lomba diadakan pada tingkat sekolah (antar siswa) maupun pada tingkat daerah (antar sekolah).
Beberapa jenis kegiatan lomba literasi yang bisa dilakukan antara lain: speed reading contest, comprehensive reading contest, story telling competition, essay competition, book review competition, poetry contest, dan magazine competition.
  • Ø Jumpa Penulis & Bedah Buku
Kegiatan jumpa penulis (meet the author) ditujukan untuk memotivasi peserta Gerakan Literasi Sekolah untuk menjadi penulis sukses. Penulis yang dihadirkan adalah penulis buku bermutu dan terkait dengan dunia pendidikan / pengembangan diri siswa.
Bedah buku adalah kegiatan mengeksplorasi dan mengapresiasi pesan dari suatu buku. Program ini menghadirkan penulis buku tersebut dan ahli yang kompeten dengan bidang terkait isi buku.
  • Ø Pemberian Penghargaan
Pemberian penghargaan ini dilakukan melalui kegiatan bertajuk Literacy Award, yakni sebuah program pemberian penghargaan kepada pihak-pihak yang dinilai berpartisipasi dan berperan baik secara langsung maupun tidak, dalam usaha penyadaran literasi bangsa melalui Gerakan Literasi Sekolah ini.
Sasaran penerima Literacy Award adalah sekolah secara kelembagaan, guru/tenaga pendidik, siswa, perusahaan peduli literasi, dan perorangan yang telah berpartisipasi. Penghargaan berupa piagam penghargaan dan dana pembinaan untuk peningkatan kesadaran literasi lebih lanjut. Kegiatan ini dilaksanakan berkala bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional.
  • Ø Pameran Buku
Pameran buku (book expo) adalah kegiatan bazar buku yang bekerja sama dengan penerbit atau toko buku. Kegiatan ini bertujuan meningkatkan penghargaan siswa dan masyarakat terhadap karya tulis, yang pada akhirnya secara kumulatif akan memotivasi penulis untuk semakin berkarya.
Siapa Pelaksana Kegiatan Ini?
Secara keseluruhan program ini dikelola oleh Konsorsium Gerakan Literasi Sekolah yang dimotori oleh Universitas Negeri Surabaya (UNESA) bekerja sama dengan IKA (Ikatan Alumni) UNESA, Eureka Academia, dan Sekolah Menulis INSPIRASI.
Dalam pelaksanaannya di lapangan akan dilaksanakan kerjasama dengan dinas pendidikan daerah serta dibantu oleh pihak-pihak lain, seperti sukarelawan literasi (dari mahasiswa / pekerja sosial), penerbit, perusahaan, media massa, dan individu-individu yang peduli dengan literasi bangsa.
Berapa Lama Kegiatan Ini Dilaksanakan?
Pada dasarnya kegiatan ini dilaksanakan sepanjang mungkin, sebagaimana belajar juga dilaksanakan seumur hidup (long life education). Namun sekolah diberikan pilihan untuk berpartisipasi dalam kegiatan ini dalam beberapa jenis partisipasi:
  • Ø Partisipasi penuh, yakni mengikuti semua program yang ditawarkan. Untuk waktu pelaksanannya adalah selama satu tahun. Program yang ditawarkan akan dilaksakan dengan penyesuaian waktu dengan kegiatan sekolah yang lain.
  • Ø Partisipasi sebagian, yakni mengikuti beberapa program saja. Untuk waktu pelaksanannya bersifat tentatif dan disesuaikan dengan kegiatan sekolah.
TARGET
Target yang hendak dicapai melalui GERAKAN LITERASI SEKOLAH ini adalah:
  • Kualitatif
  1. Terwujudnya masyarakat sadar literasi yang ditunjukkan dengan meningkatnya budaya baca-tulis di masyarakat
  2. Meningkatnya daya saing bangsa melalui peningkatan wawasan dan ilmu pengetahuan akibat minat baca yang tinggi
  • Kuantitatif
  1. Minimal 20 sekolah dari setiap kabupaten/kota yang berpartisipasi. Dengan asumsi rata-rata satu sekolah memiliki 500 siswa, maka dari satu kabupaten/kota terdapat 10.000 siswa berpartisipasi.
  2. Meningkatnya jumlah buku yang dibaca siswa dalam satu tahun. Dengan asumsi tiap siswa membaca minimal 10 buku setahun, maka dalam satu kabupaten tercapai 100.000 jumlah buku dibaca dalam satu tahun.
  3. Meningkatnya koleksi buku perpustakaan sekolah, minimal sejumlah siswa setiap tahun.
  4. Meningkatnya kunjungan siswa ke perpustakaan sekolah hingga 1000% (10 kali lipat)
  5. Tercapai sumbangan buku dari sponsor (perusahaan dan perorangan) sebanyak 300 buku tiap sekolah.
DISCLAIMER
Gerakan Literasi Sekolah ini tidak memungut biaya dari sekolah, yayasan, atau Dinas Pendidikan.   Yang dibutuhkan hanyalah kemauan dan komitmen untuk menjalankan program ini.